Jumat, 06 September 2013

Even In My Dreams - G.O

The sky-coloured phone that you gifted to me

Even though I cannot wear it any more

I don’t want to be tired, don’t want to cry

Even though I promise endless times

You, who are laughing in another’s embrace

You probably don’t know that my heart is ripping

Will never be able to approach that place

Because I am like an idiot



Just once, look at me

Only for you, I’ll give you my heart

Do you really not see me?
Me who really wants you and wants you, I can’t even love

My heart hurts this much

I’ll hold your hands tightly so I can rely my feelings

Come back to me


I still want to love you, you changed in one morning

I feel so sad, I can’t stop cryin’

My lips speak you, my tears remember you who left

I want to love you , but it doesn’t work, like an idiot


Just once, look at me

Only for you, I’ll give you my heart

Do you really not see me?

Me who really wants you and wants you, I can’t even love

My heart hurts this much

I’ll hold your hands tightly so I can show you my feelings


I only want to look at you, I want to give you my love

I want to put you in my embrace

I’ll look forward to you smiling at me, who can change your changed feelings

Even in my dreams


More than before I met you

I’m more lonelier

My heart may become more weight for you to handle

Don’t push me away, please don’t turn around

I won’t get bad feelings


Me who wants you and wants you, I can’t even love

My heart hurts this much

I’ll hold your hands tightly so I can show you my feelings

I only want to look at you, I want to give you my love

I want to put you in my embrace

I’ll look forward to you smiling at me, who can change your changed feelings

Even in my dreams

Kamis, 29 Agustus 2013

What Should I Do?


Hati-hati pada hatimu.
Jangan biarkan ia jatuh di hati yang salah.


Message received..

"Buruan keluar. aku uda di depan"

Aku bergegas keluar. Tak lama mencari, aku pun menemukan seseorang di depan pagar kos-kosan. Masih di atas jok motor hitam kesayangannya. Masih menggunakan helm.

Dari awal berkenalan dengannya, tak pernah ia sekalipun duduk di tempat duduk yang telah disediakan untuk tamu di depan kosan. Dia lebih senang menungguku di atas motornya ketimbang duduk. Entah.

Aku segera naik.

"Mau kemana, bi?" tanyaku.

Dia hanya tersenyum. Menatap pada kaca spion.

Aku juga tersenyum. Menatap pada kaca spion.

Kami saling memandang lewat kaca spion. Melepas rindu.

Tiga minggu sudah kami tak bertemu karna kampus kami sedang libur semester genap. Tapi selama perjalanan kami juga tak banyak berbincang.

Sebenarnya aku adalah pribadi yang banyak omong. Humble kata teman-temanku. Mungkin cenderung cerewet.

Tapi sifatku berubah seketika saat aku bersamanya. Dia tak banyak omong. Lebih banyak mendengarkan dan tersenyum.

Kadang sifatnya membuatku menarik nafas panjang.

Seringkali aku bercerita ke sana ke mari, menceritakan apa yang ingin ku bagi dengannya. Dan seperti biasa, dia hanya tertawa mendengar ceritaku.

Mungkin Tuhan memang sengaja mengirimkannya untukku. Aku yang tidak bisa diam, dipasangkan dengannya yang tidak banyak omong.

Kami satu kampus. Satu tingkat. Tapi berbeda fakultas.

Dia seorang engineer. Aku ekonom. Insya Allah..

Tiga puluh menit kami saling memandang lewat kaca spion tanpa satu kata pun. Sambil saling melempar senyum. Menikmati perjalanan. Sampai akhirnya dia memarkir motornya.

Sudah sampai di tempat favorit kami berdua. Alun-alun.

Alun-alun ini lebih mirip taman bermain.

Kami lebih sering pergi ke sini, ketimbang tempat lain. Karna tempatnya agak jauh.

Hampir setiap ke tempat ini, kami tidak pernah bertemu dengan teman kami. Dan kami rasa, ini tempat paling aman.

Kami duduk di kursi-kursi yang sudah disediakan di sana sambil mengobrol ringan.

"Deny!"

Aku mendengar seseorang memanggil namanya dari jauh.

Kami saling berpandangan. Entah apa yang harus kami lakukan.

Tanpa pikir panjang, dia menghampiri orang yang memanggil namanya.

I'm save. Pikirku.

Deny menghampirinya. Jaraknya memang agak jauh dari tempat kami duduk.

Samar-samar aku mendengar perbincangan mereka. Sambil sok asik memainkan gadgetku.

"Sama siapa, Den?" tanya lelaki itu. sepertinya dia kemari dengan teman wanitanya,

Deny hanya tersenyum.

"Kok pake jilbab? Bukannya yang kemaren ngga pake ya?" lanjutnya.

Kalimatnya memang sedikit mengena di hati. Karna setiap aku keluar dengannya, aku selalu mengenakan jilbab.

Aku tetap sok asik sendiri.

Deny tersenyum lagi. "Kamu ngapain di sini?". Deny bertanya, mengalihkan pembicaraan.

Agak lucu memang dia bertanya seperti itu. Ya jelaslah mereka ingin jalan-jalan menikmati malam di sana.

"Jalan-jalanlah, Den. Emang mau ngapain lagi?" jawabnya.

Bingo! Benar kan? Ucapku dalam hati.

"Yaudah Den, kita duluan ya" 

"Iya. Hati-hati" jawab Deny.

Deny kembali menghampiriku.

Aku mengerutkan kening.

Seolah sudah tau maksudku, dia menjawab "Temenku sekelas" katanya.

"Terus?"

"Indah pernah ke kampus. Dia tau Indah" lanjutnya.

"Aha?". Aku menatapnya dalam.

Dia mengalihkan pandangannya dariku. Melihat ke arah lain. Diam. Aku masih menatapnya dalam.

Aku memegang bahunya. "Yaudah ngga usah terlalu dipikir"

Dia menatapku lagi sambil tersenyum.

"Maaf ya"

"Kamu kok minta maaf?" tanyaku.

Dia merangkulku. Meremas lenganku. Seolah menguatkan aku.

"Aku nggapapa bi" sambil tersenyum. Tidak ingin memperlihatkan kepedihanku kepadanya.

Aku takut Deny merasakan apa yang aku rasakan. Hatinya sudah perih karna Indah. Kekasihnya.

Kedua orang tua Indah tidak menyetujui hubungan mereka.

Dulu Deny seringkali menceritakannya padaku. Menceritakan tentang perubahan sifat Indah yang berubah seketika. 

Dia sering bercerita tentang ketidaknyamanannya bersama Indah.

Awalnya aku empati kepadanya. Entah sejak kapan perasaanku berubah menjadi sayang yang berlebihan kepadanya. Ingin membuatnya nyaman ketika dia sedang bersamaku.

Dia memiliki perasaan yang sama terhadapku. Aku melihatnya dari matanya.

Tapi aku juga tahu, perasaannya kepada Indah jauh lebih besar ketimbang perasaannya padaku.

Itu sebabnya dia tidak ingin melepaskan Indah. Karena hubungan mereka sudah berjalan selama 5 tahun. Sedangkan hubunganku dengan Deny baru beberapa bulan berjalan.

Sampai kapan akan berjalan seperti ini? Sampai kapan aku terus di posisi ini? Sampai kapan aku menahan perasaanku?

Apa ini salahku? Apa Deny yang salah? Atau salah Indah?

Indah? Indah tidak tahu apa yang terjadi padaku.

Deny? Deny hanya merasa tidak nyaman bersama Indah.

Aku? Aku hanya membuat Deny nyaman bersamaku.

Entahlah.

Hanya hatiku yang jatuh di tempat yang tidak tepat.

Rabu, 26 Juni 2013

Kebahagiaan Aneh yang Sulit Dijelaskan (part 3)

     Enggan rasanya kalau harus menghubunginya terlebih dulu. Aku ingin dia yang mencariku duluan. Tapi itu hanya sebatas keinginan. Keinginan yang sangat jarang terjadi. Pernah memang dia mencariku, tapi hanya karena butuh sesuatu. Lain itu, aku yang selalu mencarinya, menghubunginya.

     Kemanapun aku pergi, ketika aku melihat sesuatu yang berhubungan dengan barang-barang untuk pria, aku selalu mengingatnya. Kaos, sepatu, parfum misalnya. Ingin rasanya aku memilihkan satu untuknya. Tapi ketika sedang asik memilih, pikiran yang sering muncul adalah siapa aku? Aku bukan kekasihnya. Aku tak berhak mengatur penampilannya dari atas sampai bawah. Seperti yang biasa dilakukan para wanita terhadap kekasihnya.

    Pikiran itu yang sering muncul, sering juga membuatku mengurungkan niatku untuk membelikannya sesuatu. Padahal aku hanya ingin tahu seberapa besar dia menghargai pemberianku, ketika aku memberinya sesuatu. Hanya itu.

     Suatu ketika disaat dia berulang taun, itulah waktu yang pas untuk memberinya sesuatu. Aku sangat ingin memberinya sesuatu yang bisa membuatnya merasa bahwa aku benar-benar berusaha sebisaku untuk membuatnya tersenyum dan tahu bahwa aku begitu menyukainya.

     Aku membuatkannya video ucapan selamat ulang tahun dari teman-temannya.

     Aku tak peduli, temannya kenal denganku atau tidak. Yang terpenting mereka kenal dengannya, dan mau membantuku untuk mengucapkan selamat ulang tahun untuknya.

    Yang ada dipikiranku saat itu hanya membuatnya merasa bangga, karena ada seseorang yang menyukainya begitu dalam. Mungkin bukan suka. Mungkin cinta.

     Responnya terbilang cukup buruk. Ia hanya berkata “Kok bisa sih anak sefakultas kamu suruh ngucapin?”. Padahal bukan respon seperti itu yang ingin aku dapat darinya. Buka itu yang ingin aku dengar dari mulutnya. Tapi yah sudahlah. Memang itu yang dia katakan.

      Mungkin aku terlalu ingin mendapat lebih darinya.


      Hanya keinginan. Keinginan yang tak akan pernah terwujudkan.





bersambung....

Selasa, 25 Juni 2013

Kebahagiaan Aneh yang Sulit Dijelaskan (part 2)

     Enggan rasanya melangkahkan kaki sepagi ini menuju kampus. Saat gerimis seperti ini, lebih nyaman melanjutkan tidur yang terganggu akibat alarm yang terus menerus berbunyi. Tapi aku ingat satu hal. Hal yang tak pernah ku lewatkan! Saat aku bisa berada dalam kelas yang sama dengannya, dengan pria yang bisa membuatku jatuh hati padanya.

     Aku tak ingin melewatkan momen berharga ini. Entah dengan dia.

     Setibanya di kelas aku tak melihat sosoknya. Gelisah memang. Tengok kanan kiri tetap tak menemukannya. Mulai cemas, apa sesuatu terjadi kepadanya? Apakah dia baik-baik saja? Berbagai macam pertanyaan yang aneh perlahan-lahan mulai merasuk di otak, lalu menjalar ke hati. Tanganku mulai mencoba mencari handphone yang ada di dalam tas.

     To : Wir
     Message : Kamu dimana? Dosennya uda dateng
     Sending message. . .
     Cancel

     Pengecut? Memang! Toh dia tak akan peduli seberapa perhatianku kepadanya. Yang dia tau hanya aku “temannya” yang selalu mengingatkan ini itu. Tanpa tau apa maksud dari perhatianku padanya.

     5 menit berlalu. Konsentrasiku mulai tidak lagi tertuju pada dosen pengajar di depan.

     10 menit berlalu. Ballpoint yang ku pegang mulai ku putar-putar. Antara sudah bosan dan gelisah bercampur jadi satu.

     “Maaf pak terlambat”.

     Suara itu. Suara yang tak asing bagiku. Terdengar berat, tapi sangat menyejukkan.

     Yah akhirnya, yang ku cemaskan selama beberapa menit yang lalu sudah duduk 3 bangku di sebelah kananku.

     Selalu seperti ini. Selalu setiap mata kuliah Makro Ekonomi. Selalu tidak fokus. Selalu berusaha melihat ke arahnya. Selalu tersenyum perlahan dalam hati. Entah apa yang membuatku melakukan itu semua. Aku tak tahu pasti. Yang jelas, aku merasakan sesuatu. Bahagia.

     Tak banyak yang dilakukannya selain memperhatikan setiap kata-kata yang keluar dari mulut Pak Dosen di depan kelas. Sambil sesekali bertanya pada teman yang ada di sebelahnya. Sikapnya di kelas sangat berbeda dengan sikapku yang sibuk sendiri. Bukan sibuk mendengarkan penjelasan Pak Dosen. Tapi sibuk memperhatikannya dari samping.

     Betah rasanya kalau harus berlama-lama duduk di kelas mata kuliah Makro Ekonomi ini.

     Apalagi ketika minggu lalu. Saat dia dan kelompoknya harus presentasi di depan kelas. Tak ada satu katapun yang masuk ke otakku tentang apa yang dijelaskan. Justru ketika dia berbicara, aku sibuk mengamatinya berbicara. Bukan apa yang sedang ia bicarakan. Sambil tersenyum dalam hati.

     Aneh memang. Tapi mungkin ini yang dinamakan perasaan kagum. Kagum yang sepihak. Yang hanya dirasakan olehku. Tidak dengannya.

     Saat kuliah berakhir, teman-temanku sibuk membicarakan tentang materi yang baru saja dibahas dalam kelas. Aku memilih diam dan sesekali mengamatinya yang sedang berbicara dengan teman-temannya dan perlahan-lahan meninggalkan kelas.


     Barulah itu aku sadar, aku terlalu lama mengamatinya. Entah dia sadar atau tidak bahwa sepanjang mata kuliah tadi ada orang yang diam-diam hatinya tersenyum hanya karena melihatnya dari jarak beberapa bangku tempatnya duduk.